Orang-orang yang Akan Kembali ke Perantauan
Ada suatu kabar yang harus disampaikan ke tiap-tiap orang. Koran-koran mengabarkannya di tiap-tiap halaman yang mereka cetak. Televisi sibuk menyiarkannya sepanjang malam. Pamflet-pamflet disebar ke tiap-tiap rumah. Satu demi satu media mengabarkan: Liburan telah usai.
Tiap-tiap orang mempunyai pemaknaannya masing-masing. Dan ada sekelompok orang yang sibuk mengemas apa-apa yang bisa mereka kemas. Itu adalah mereka: Orang-orang yang akan kembali ke perantauan.
Mereka, orang-orang yang akan kembali ke perantauan, sibuk mengucapkan selamat tinggal pada apa-apa yang masih dan akan terus tertanam di sana. Mereka mengucapkan selamat tinggal pada trotoar-trotoar jalanan di kampung halaman, pada kerlap-kerlip lampu taman di alun-alun kota, pada jendela-jendela kelas di sekolah yang dulu, juga kepada kehangatan teras depan rumah ketika mereka bersama orang-orang terkasih asyik membincangkan rencana-rencana untuk liburan yang selanjutnya.
Mereka, orang-orang yang akan kembali ke perantauan, bersiap mengucapkan Hai pada tiap-tiap hal yang akan mereka temui kembali di perantauan. Mereka akan mengucapkan Hai pada gedung-gedung tua perkuliahan, pada diktat-diktat yang entah setebal apa, pada ramainya selasar-selasar dan koridor-koridor, juga pada secangkir kopi di malam hari menjelang pagi.
Mereka, orang-orang yang akan kembali ke perantauan, akan memenuhi kereta-kereta, bus-bus, pesawat-pesawat, atau apapun yang bisa memuaskan mereka. Dan dalam perjalanan seperti itu, seringnya terbayang hari-hari yang telah lalu, dulu sekali, di kampung halaman.
Mereka boleh jadi akan mengalami perjalanan yang seringnya menjadi sangat-sangat sentimental bagi mereka, menyentuh sudut-sudut paling melankolis dalam diri mereka.
Mereka, orang-orang yang akan kembali ke perantauan, menggenggam satu kotak, dua kotak, berpuluh-puluh kotak, atau sebanyak-banyaknya kotak yang bisa mereka genggam. Itu adalah kotak demi kotak doa yang dititipkan tiap-tiap orang yang mereka kenal.
Rumah dan kampung halaman barangkali memang selalu menawarkan senyaman-nyamannya kenyamanan yang bisa mereka rasakan. Tetapi mereka tetaplah harus pergi.
Sebab, ada mimpi-mimpi yang harus mereka wujudkan.